Minggu, 13 Desember 2015

Upah, Ambivalensi Hubungan Pengusaha dan Pekerja

Berbicara mengenai upah umumnya merujuk kepada imbalan atas pekerja yang melakukan pekerjaan kasar dan lebih banyak mengandalkan kekuatan fisik. Saya rasa kata ini mengalami penyempitan makna karena kalau kita merujuk kepada UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1 ayat 30, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Jadi menurut UU diatas, semua pekerja apapun jenisnya akan mendapat imbalan yang disebut upah. Dengan upah tersebut maka pekerja dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Upah merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja.

Pekerja menukarkan tenaga dan pikirannya dengan sejumlah upah yang ditawarkan oleh pengusaha. Pertanyaan yang timbul adalah kenapa ada peraturan mengenai upah minimum? bukankah upah merupakan cerminan dari pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan oleh seseorang. Jadi tingkat upah ditentukan oleh pekerjaan atau jasa itu sendiri. Untuk menjawab ini kita dapat merujuk kepada Permenaker No 7 tahun 2013 tentang Upah Minimum, di situ disebutkan bahwa peraturan upah mininum ditujukan untuk melindungi upah pekerja agar tdak merosot pada tingkat yang paling rendah sebagai akibat ketidakseimbangan pasar kerja.

Pada sisi pekerja maka kita dapat melihat ada poin penting yang menjadi concern dari pekerja yakni Income Security. Mereka membutuhkan kepastian dan proteksi terhadap pendapat mereka. Sekedar informasi, sesuai Permenaker No 7/2013 pasal 15 ayat 2 diyatakan bahwa upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Inilah yang menyebabkan adanya upah sundulan. Namun tidak ada peraturan mengenai upah sundulan, umumnya proporsi upah sundulan ditetapkan secara bipartit antara pengusaha dan perwakilan pekerja.

Lalu bagaimana dari sisi pengusaha?

Pengusaha membutuhkan tiga hal berikut demi kelangsungan usaha mereka, yakni:
  • Kepastian keamanan
  • Kepastian hukum
  • Kepastian usaha
Bagi pengusaha, kondisi ekonomi dan situasi politik yang stabil merupakan syarat mutlak untuk kelangsungan usaha mereka. Pengaturan upah menjadi penting karena disana terdapat suatu kepastian dari sisi biaya. Di Indonesia, industri yang ada berbasiskan pada industri padat karya. Kenaikan upah minimum yang tinggi rata-rata >15%/ tahun (2013-2014 naik 16.89%) menyebabkan semakin menyusutnya industri padat karya.

Dari sini terdapat dua kepentingan yang sangat berbeda antara pekerja dan pengusaha, kalau kita coba bayangkan maka ada dua lingkaran yang berisi masing-masing kepentingan yang saling terkait dan terdapat suatu irisan diantara lingkaran tersebut. Irisan tersebut berisi Performance, Wealth dan Sustain.

Seperti saya singgung di awal bahwa upah merupakan cerminan nilai dari pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan maka semakin baik kinerja atau kualitas dari pekerjaan dan jasa yang dihasilkan, semakin besar pula upah yang didapat namun karena industri yang ada di Indonesia umumnya bukan berbasis padat modal maka situasi ideal tersebut belum dapat tercapai. Di titik inilah campur tangan dari pemerintah.

Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 mengenai pengupahan. Peraturan tersebut mengatur semua hal tentang pengupahan, mulai dari jenis-jenis upah, komponen upah, dan konsep penghasilan yang layak, termasuk di dalamnya penentuan upah. Khusus mengenai upah minimum, diatur mengenai formula dalam penetapan upah minimum yakni dengan memperhitungkan tingkat inflasi nasional dengan pertumbuhan ekonomi nasional tahun berjalan. Hal ini merupakan suatu terobosan dimana pada tahun-tahun sebelumnya penetapan upah minimum ditetapkan oleh gubernur dengan rekomendasi dari dewan pengupanan provinsi yang sangat mungkin bisa dipolitisasi untuk kepentingan politik gubernur tersebut.

Sejatinya, upah merupakan ranah privat antara pemberi kerja dan pekerja. Dalam hal ini pemerintah turut campur tangan melalui kebijakan upah minimum yang bertujuan untuk melindungi pekerja agar tidak jatuh kedalam kondisi pengupahan murah. Dan dari sisi pengusaha intervensi pemerintah ini dimaksudkan untuk memberi kepastian dan melindungi dunia usaha agar dapat berkembang dan meningkatkan lapangan pekerjaan.



Kamis, 10 Desember 2015

Bermurah Hatilah Kepada Karyawan Anda



Beberapa waktu yang lalu banyak media yang memberitakan perusahaan-perusahaan yang royal kepada karyawannya dengan cara memberikan bonus uang, fasilitas atau liburan mewah sebagai penghargaan atas kinerja mereka. 

Ada Bos Tiens Group Company yang mengajak 6.400 karyawannya berlibur ke Paris. Lain lagi pemilik Virgin Group, Richard Branson, yang memberi karyawan tertentu yang baru menjadi ayah atau ibu, untuk libur 1 tahun penuh, dan digaji. Atau Savjibhai Dholakia, seorang bos dermawan asal India memberikan hadiah kepada 1.200 pekerjanya berupa sebuah mobil baru, rumah dan ratusan berlian karena para karyawan itu dianggap loyal kepada perusahaan. Jumlah uang hadiah total adalah 50 miliar rupee atau Rp 9,7 triliun

Perusahaan-perusahaan itu tentu berharap dengan benefit yang diberikan kepada karyawan tentu akan membuat mereka senang sehingga motivasi meningkat yang mengakibatkan tingginya produktifitas dan keuntungan perusahaan.

Umumnya, tindakan kedermawan yang tampak dan dapat dirasakan berbentuk materi atau uang. Namun ada banyak cara dalam memberi hadiah atau apresiasi kepada karyawan yang tidak harus berbentuk materi. Bagi karyawan yang terbiasa menghadapi macet, penawaran dari perusahaan dalam hal jam kerja fleksibel atau teleworking dari dari rumah tentu merupakan hadiah yang sangat berarti.

Mereka tidak diburu waktu setiap harinya demi hadir tepat waktu di kantor. Penerapan jam kerja yang fleksibel memungkinkan mereka mengatur waktu kerja mereka. Tidak masalah karyawan datang kantor agak siang, yang dituntut adalah hasil atas target kerja mereka. Atau penerapan konsep teleworking yang memberikan kesempatan kepada karyawan untuk bekerja di rumah di waktu-waktu tertentu. (pembahasan lebih lanjut mengenai teleworking dapat dilihat disini)

Kalau anda adalah pimpinan atau manager di perusahaan, cobalah sesekali memberi pujian atas hasil kerja mereka. Pujian tersebut dapat secara personal atau dilakukan di depan umum pada saat rapat misalnya. kelihatannya sepele tetapi hal itu dapat memberikan efek yang luar biasa karena bawahan anda akan merasa dihargai dan diapresiasi hasil kerjanya.

Memberikan kelonggaran dalam berpakaian kerja di hari Jumat (pakaian kasual) atau membuat papan pengumuman yang berisi "hall of fame" / pemilihan karyawan terbaik bulan ini sudah banyak dilakukan di perusahaan lain dan dapat diterapkan di kantor anda.

Di perusahaan saya saat ini, saya memberikan "entertain" kepada karyawan lainnya melalui tersedianya banyak pilihan minuman di pantry. Karyawan dapat memilih minuman favorit mereka yang telah disediakan. Ada kopi, teh, coklat, susu, atau sereal instant yang siap diminum kapan saja. Memang terlihat sepele dan kecil tetapi bagi saya ini merupakan bentuk kedermawanan dari perusahaan kepada karyawan. 

Kalau hal-hal diatas sulit untuk dilakukan dalam waktu dekat, cobalah dengan melakukan hal yang paling mudah terlebih dahulu. Silakan praktekan hal ini : ucapkan

TERIMA KASIH 

 kepada karyawan atau bawahan anda sekarang juga dan lihat reaksinya.



Rabu, 02 Desember 2015

Kemacetan, Produktivitas dan Kebahagiaan



Tahukan anda, sebuah survei yang dilangsungkan untuk indeks kesehatan Gallup-Healthways Well-Being, Inggris menyimpulkan, jarak rumah-tempat kerja yang ideal maksimalnya adalah 10 menit. Orang dengan waktu tempuh ke tempat kerja hingga tiga jam atau lebih cenderung mengalami kekhawatiran berlebihan sepanjang hari.

Dari Studi diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa semakin jauh lokasi kerja dan semakin lama perjalanan yang ditempuh akan mengakibatkan menurunnya kesehatan dan kebahagiaan seseorang. Banyak waktu terbuang sia-sia yang seharusnya dapat dipergunakan untuk hal lainnya seperti waktu untuk keluarga, beribadah, atau sosial.

Bagi karyawan yang bekerja di kota-kota besar pasti akan menjumpai yang namanya kemacetan. Banyak karyawan yang membutuhkan waktu sekitar 3 jam lebih untuk pergi dan pulang dari rumah ke kantor. Pergi pagi hari dan pulang larut malam.

Saat tiba di kantor, pikiran dan tenaga sudah terkuras habis akibat perjalanan yang melelahkan sehungga produktivitas pun menurun tajam. Begitupun saat kembali ke rumah, tidak ada waktu luang yang dapat digunakan untuk kegiatan sosial atau lainnya sehingga kebahagiaan anjlok ke titik nadir.

Kebahagiaan dapat menjadi motivasi seseorang dalam bekerja, Mustahil didapat produktivitas unggul tanpa adanya motivasi dan semangat juang, Kalau dibiarkan terus menurus maka karyawan akan menjadi bosan dan tidak akan ada komitmen/keinginan untuk berkontribusi dan rasa memiliki (ownership) terhadap pekerjaan dan perusahaan.

Ada suatu konsep pemikirian yang mungkin bisa menjadi solusi bagi masalah diatas yakni konsep bekerja di rumah / teleworking. Perusahaan dapat menawarkan kepada karyawan untuk bekerja di rumah. Mungkin dapat dilakukan seminggu satu kali atau sebulan sekali. Dengan adanya kemajuan teknologi saat ini (email, skype, smarphone, dll) tidak ada hambatan atas pekerjaan dan komunikasi antar karyawan.

Bayangkan berapa banyak keuntungan yang didapat dengan penggunaan konsep ini. Produktivitas meningkat karena karyawan tidak akan terkuras energi di perjalanan dan kemacetan dapat berkurang. Karyawan dapat membagi waktu untuk bekerja, sosial, keluarga dan beristirahat secara fleksibel.

Memang tedak semua pekerjaan dapat menggunakan konsep ini. Tetapi saya rasa kebanyakan pekerjaan di perusahaan dapat mengaplikasikan konsep ini.

muram tentang produktivitas dan semangat kerja
muram tentang produktivitas dan semangat kerja
muram tentang produktivitas dan semangat kerja

muram tentang produktivitas dan semangat kerja

Selasa, 08 September 2015

Break Your Routine



Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah infografis mengenai 40 ways to stay creative dimana salah satu poinnya adalah BREAK YOUR ROUTINE (artikel dapat dibaca di sini)

Ya, pekerjaan yang monoton akan membuat otak kita beku dan bisa saja membuat kita menjadi terlena, apalagi pekerjaan yang dilakukan bukan merupakan passion kita.

Walaupun pekerjaan yang kita lakukan telah sesuai dengan SOP atau procedure, namun pekerjaan yang kita lakukan terus menerus dan berulang-ulang dapat membuat kita menjadi lengah karena mungkin terkadang kita merasa sangat ahli dengan pekerjaan tersebut sehingga ada celah kesalahan yang dapat terjadi.

Dan saya jadi teringat 2 buah film Hollywood yang bercerita tentang pelarian narapidana dari penjara yang dijaga dengan ketat. Film tersebut adalah "Escape Plan" dan "The Next Three Days". Di film itu diceritakan kalau sang tokoh utama dapat dengan leluasa melarikan diri dari para penjaga dengan memperhatikan pola pekerjaan dan tingkah laku dari para penjaga. Para penjaga itu melakukan semua hal dengan sangat disiplin dan berulang-ulang dan tokoh utama dapat melihat bahwa dalam setiap tindakan penjaga tersebut selalu ada celah yang dimungkinkan terjadinya kesalahan.

Terkadang kita perlu untuk melakukan sebuah perilaku yang berbeda, entah dalam hal berpikir atau bertindak. Dengan bertindak berbeda banyak kemungkinan yang dapat saja muncul seperti ilham, ide, rejeki atau mungkin jodoh.

Jika anda biasa menggunakan kendaraan pribadi saat beraktivitas, coba sesekali menggunakan kendaraann umum. Banyak hal yang bisa tiba-tiba muncul tanpa diduga-duga. Bisa saja saat anda naik kendaraan umum, lalu anda bertemu dengan kenalan lama sehingga bisa terjalin silaturahmi (mungkin jodoh bagi yang masih single), atau cobalah bertegur sapa dengan security atau cleaning service tempat anda bekerja dan bercakap-cakap beberapa menit dengan mereka, mungkin juga anda dapat sesekali berbelanja ke pasar tradisional dan membandingkan situasi sekeliling dengan situasi yang biasa anda temui di tempat perbelanjaan modern.

Benar bahwa kebiasaan sangat sulit diubah, bahkan kebiasaan yang baik sangat berguna dan harus diteruskan tetapi terkadang perubahan-perubahan kecil atau tindakan yang berbeda dari perilaku kita sehari-hari dapat menciptakan keajaiban-keajaiban yang tidak kita sadari.



Kamis, 03 September 2015

Seputar Peraturan tentang Tenaga Kerja Asing (TKA)


Berbicara mengenai peraturan tentang tenaga kerja asing di Indonesia, baru-baru ini pemerintah mengeluarkan peraturan baru tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 tahun 2015.

Peraturan tersebut mengacu kepada UU No. 13 tahun 2003 Bab VIII pasal 42 sampai 49 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan dengan adanya peraturan ini maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 12 tahun 2013 menjadi tidak berlaku.

Seperti kita ketahui bahwa dalam waktu dekat, kita akan menghadapi era keterbukaan dan perdagangan bebas, salah satunya MEA. kebijakan tersebut akan menghasilkan apa yang dinamakan Skilled Labor Free Flow dimana perpindahan tenga kerja ahli antar negara akan semakin mudah terjadi.

Peraturan ini dimaksudkan dalam rangka melindungi pasar kerja di Indonesia, mencegah tenaga kerja Indonesia (TKI) mencari pekerjaan di luar negeri (mengurangi perbedaan gaji antara TKA dengan TKI) dan mengharuskan TKA yang akan bekerja di Indonesia memliki kompetensi yang tinggi sehingga akan terjadi proses alih teknologi.

Ada beberapa perubahan dalam peraturan no 16 tahun 2015 ini, diantaranya adalah:
  1. Proses pengurusan formalitas menjadi lebih ringkas dengan tidak adanya proses pembuatan TA.01
  2. TKA tidak perlu menyertakan ijazah sarjana namun cukup memiliki sertifikat kompetensi yang dapat dibuktikan dengan referensi dari pihak lain.
  3. TKA diwajibkan diikutsertakan pada program BPJS
  4. TKA tidak mengharuskan berkomuniasi dalam bahasa Indonesia 
  5. Mengharuskan perusahaan membuat IMTA untuk TKA yang tercantum di Akte Perusahaan (Komisaris dan Direktur) walau tidak bekerja di Indonesia.
Peraturan ini ditujukan untuk TKA yang akan bekerja dan sedang bekerja di Indonesia atau memiliki hubungan kerja dengan perusahaan/pihak di Indonesia. Mengenai TKA yang akan berkunjung ke Indonesia tidak dalam rangka hubungan kerja, misalnya hanya untuk investasi, wisata atau kunjungan lainnya maka berlaku peraturan lainnya terkait VISA kunjungan ke Indonesia.


Kamis, 06 Agustus 2015

BPJS Ketenagakerjaan


Halo Rekan-Rekan,

Beberapa waktu ini dunia HR di Indonesia sedang ramai dengan isu Sistem Jaminan Sosial (UU No. 40 tahun 2004), dengan diimplementasikannya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Banyak pro kontra yang hadir seiring bergulirnya UU tersebut.

Pada sesi ini saya ingin membahas mengenai BPJS Ketenagakerjaan (pembahasan tentang BPJS Kesehatan akan dibahas di lain kesempatan) dimana baru pada bulan kemarin (Juli) Presiden telah mengeluarkan 3 buah PP sebagai berikut:

  • PP No 044 tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK)
  • PP No 045 tahun 2015 tantang Jaminan Pensiun (JP)
  • PP No 046 tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) direvisi dengan PP No 060 tahun 2015
Sebagaimana kita tahu bahwa sejak ditetapkan pada tahun 1992 melalui UU No 3-1992, BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek) telah memiliki 4 program yakni JKK, JK, JHT dan JPK. Pada saat ini JPK telah berganti nama dan pelaksanaan program tersebut tidak dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan namun dialihkan kepada BPJS Kesehatan.

Sesuai UU No 40-2004, BPJS Ketenagakerjaan tetap memiliki 4 program yakni JKK, JK, JHT dan JP dengan pedoman pelaksanaannya mengacu kepada PP No 44, 45, dan 46 tahun 2015.

Program JKK dan JK sesuai PP No 44 adalah sebagai berikut:

  • Jaminan Kecelakaan Kerja, iuran menjadi beban perusahaan dengan pengelompokan 5 kelompok tingkat resiko lingkungan kerja dan besaran iuran bervariasi dari 0,24% - 1,74%. Perubahannya adalah pada biaya pengangkutan peserta kecelakaan menjadi 1 juta - 2.5 juta, biaya perawatan yang ditetapkan tanpa batas (sampai sembuh), penggantian gigi maksimal 3 juta dan adanya program kembali bekerja.
  • Jaminan Kematian, iuran menjadi beban perusahaan dengan besaran iuran sebesar 0,30%. Perubahan ada pada kenaikan biaya pemakaman sebesar 3 juta dari sebelumnya 2 juta dan adanya santunan beasiswa untuk anak peserta yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja sebesar 12 juta.
Sedangkan pada program Jaminan Hari Tua, iuran tetap sesuai dengan ketentuan sebelumnya (3.7% porsi perusahaan dan 2% porsi karyawan) namun perubahan yang paling signifikan adalah khusus peserta yang akan mencairkan JHT, pencairan dana JHT hanya dapat dilakukan setelah yang bersangkutan pensiun (mencapai usia 56 tahun) atau masa kepesertaan mencapai 10 tahun dengan jumlah pencairan maksimal 30% dari total dana.

Namun di PP No 60/2015, pencairan JHT dapat dilakukan oleh peserta yang terkena PHK atau berhenti bekerja (revisi pasal 26).

Untuk program terbaru yakni Jaminan Pensiun, pemerintah telah menetapkan beberapa ketentuan sebagai berikut:
  • Usia pensiun saat ini adalah 56 tahun (berlaku untuk semua program)
  • Iuran sebesar 2% (porsi perusahaan) dan 1% (porsi karyawan) dengan batas atas/maksimal gaji yang diperhitungkan sebesar 7 juta.
  • Nilai manfaat saat ini adalah minimum 3 juta dan maksimum 3,6 juta.
  • Terdapat dua metode pembayaran manfaat yakni berkala/bulanan (jika masa iur minimal 180 bulan) dan sekaligus/lump sum (jika masa iur kurang dari 180 builan)
Perbedaan antara JHT dan JP adalah program JHT bertujuan sebagai tabungan yang disisihkan untuk bekal memasuki hari tua sedangkan program JP memiliki tujuan sebagai pengganti pendapatan bulanan untuk memastikan kehidupan dasar yang layak saat memasuki masa pensiun.

Senin, 15 Juni 2015

Recruitment Process (HR Point of View)



Kali ini saya ingin menulis tentang salah satu fungsi Human Resources (HR) yang penting yakni proses penerimaan karyawan (recruitment).
fungsi ini adalah salah satu fungsi dasar bagi HR karena fungsi ini adalah proses awal dari rangkaian proses yang dilakukan oleh HR.

Bagi sebagian orang, faktor manusia bukan merupakan faktor terpenting bagi organisasi padahal banyak ahli berpendapat bahwa seharusnya organisasi harus berpikir tentang sumber daya manusia terlebih dahulu untuk kemudian memikirkan hal lainnya.

James C. Collins dalam bukunya good to be great mengatakan bahwa manusia adalah faktor paling krusial dan utama (first who then what), manajemen harus berpikir untuk mengisi teamnya dengan orang-orang hebat untuk kemudian baru berpikir tentang pemasaran, produk, ataupun strategi perusahaan.

hal ini bisa dilihat dari banyak organisasi / perusahaan bonafide pasti mempekerjakan karyawan kelas satu (Astra, Telkomsel, Sampoerna, Gudang Garam). Dengan manajemen yang meiliki mindset yang concern dengan sumberdaya manusia maka mereka akan merekrut karyawan-karyawan terbaik untuk bekerja di perusahaan mereka dan untuk selanjutnya perusahaan-perusahaan tersebut akan selalu menjadi pilihan utama dari para pencari kerja, yang tentu saja membuat divisi rekruitmentnya leluasa dalam memilih karyawan terbaik untuk bekerja.

Kembali lagi mengenai proses rekruitmen, umumnya proses rekruitmen di banyak perusahaan adalah sebagai berikut:
Penentuan Posisi, level, dan job description
Pencarian kandidat / searching
Seleksi / selection
Penawaraan kerja / offering dan
Penerimaan karyawan / hiring

Saya akan membahas lebih lanjut mengenai proses seleksi dengan sebuah pertanyaan yang sering ditanyakan kepada saya mengenai apa yang dilihat HR pada saat interview dengan calon karyawan?

Pada proses rekruitmen, HR bertugas sebagai penyaring awal untuk semua data calon karyawan yang masuk yang selanjutnya akan diseleksi untuk mencari yang terbaik dan setelahnya akan diserahkan kepada Manager terkait atau Direksi.

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan HR dalam memilih karyawan dan itu biasanya bersifat general, HR tidak akan bertanya jauh mengenai hal-hal yang bersifat teknis kecuali untuk merekruit atas kebutuhan internal HR.

Yang pertama kali dilihat pada saat bertemu dengan kandidat adalah Grooming dan Personal Traits dari kandidat tersebut.


Kedua hal diatas sangat berpengaruh dalam penilaian subjektif seorang HR, saya pribadi berpendapat bahwa seorang kandidat yang tidak menghargai dirinya sendiri maka dia tidak akan mendapat respect dari orang lain. Ekstrimnya, karyawan merefleksikan perusahaan maka kandidat harus meyakinkan perusahaan bahwa dirinya memang dapat menjaga citra perusahaan.

 Education, latar belakang pendidikan dan kesesuaian antara jenis pekerjaan dengan program studi pendidikan.
Meskipun terdengar rasis, tetapi banyak orang yang menilai kualitas pendidikan seseorang dari almamater asalnya. Seorang lulusan dari kampus terkemuka akan dilihat berbeda dengan seseorang dari kampus yang namanya asing terdengar. Hal itu tidak dapat disalahkan, karena memang kenyataannya berbicara demikian. Pola pikir, networking, kemampuan berkompetisi yang dimiliki pasti akan berbeda.

Saat ini banyak ditemui karyawan yang bekerja di sebuah posisi dengan latar belakang studi pendidikan yang jauh berbeda, tugas HR adalah memastikan bahwa kandidat telah sesuai dengan prasyarat yang telah ditetapkan. Bagi para kandidat, terutama para sarjana yang baru lulus, agar menyesuaikan antara studi pendidikan yang dimiliki dengan pekerjaan yang dicari. Kenapa harus repot belajar teknik selama 4-5 tahun kalau hanya untuk melamar bekerja di Bank?

Self Confidence dan Mental Attitude.



Seorang kandidat haruslah percaya dengan dirinya, dapat menjadi inspirasi bagi orang lain, inisiatif dan selalu berpikiran positif. Seseorang yang selalu dipenuhi oleh hal-hal negatif hanya akan menjadi racun dalam organisasi. HR harus memastikan bahwa hanya menerima karyawan yang dapat membawa aura positif dan menyebarkannya kedalam organisasi sehingga lingkungan kerja menjadi hidup dan dinamis.

Banyak proses atau tools yang digunakan dalam proses rekruitmen calon karyawan tetapi menurut saya sesi interview tetap memiliki yang peran krusial dan pasti digunakan oleh semua perusahaan.

Selasa, 09 Juni 2015

Peraturan Seputar Ketenagakerjaan


Berbicara mengenai Human Resources (HR) maka tidak akan terlepas dari peraturan-peraturan yang berlaku.

Mengapa ini menjadi penting? Karena semua keputusan dan tindakan yang diambil oleh HR umumnya akan menyangkut kepentingan orang lain, terutama dalam aspek kompensasi. Itulah mengapa semua keputusan atau tindakannya harus memiliki dasar/pedoman sehingga tidak timbul perselisihan atau pertentangan dari pihak lain.

Pedoman yang digunakan dapat berupa Undang-Undang (UU), Keputusan Presiden, Menteri, Gubernur (kumpulan peraturan ini kita sebut dengan Positive Law - hukum tertulis yang dibuat oleh negara) atau peraturan yang dibuat secara internal (atas nama perusahaan tentu saja).

Saya akan membahas hukum positif yang pasti menjadi acuan bagi seluruh HR personil di Indonesia karena hukum tersebut menjadi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya di sebuah organisasi.

Bagi seorang HR, mengetahui dan memahami hukum positif tentang ketenagakerjaan wajib hukumnya karena dengan selalu berpedoman kepada peraturan tersebut maka semua keputusan dan tindakan yang diambil akan sah di mata hukum dan saat terjadi perselisihan (hubungan industrial) personil HR tidak dapat dipersalahkan.

Apa saja peraturan-peraturan tentang ketenagakerjaan yang penting untuk diketahui? Sebenarnya semua peraturan ketenagakerjaan harus dipahami dan diketahui oleh personil HR namun peraturan tersebut terlalu banyak dan akan bertambah setiap bulannya, menurut saya ada beberapa peraturan yang paling krusial yakni:

  • UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, ini merupakan induk atau sumber utama dari semua hukum tentang ketenagakerjaan. Dahulu pemerintah dalam mengatur hal terkait ketenagakerjaan hanya berdasar pada Keputusan Presiden atau Menteri (tidak dalam bentuk UU), jadi UU ini dibuat sebagai kumpulan dari semua peraturan mengenai ketenagakerjaan.
  • UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, peraturan ini yang menjadi dasar pelaksanaan dari BPJS Ketenagakerjaan (dahulu Jamsostek) dan BPJS Kesehatan (dahulu Astek)
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 7 tahun 2013 tentang Upah Minimum
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.102 tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur
  • Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan
Itulah Positive Law yang sering digunakan dan menjadi pedoman dalam kegiatan HR sehari-hari.
Peraturan yang saya saya sebutkan diatas banyak terkait tentang kompensasi, mengapa? Menurut saya banyak perselisihan yang terjadi antara HR dan pekerja umumnya karena masalah kompensasi. Jadi saya mengangkat peraturan-peraturan terkait kompensasi agar pada personil HR mengetahui aturan main mengenai kompensasi.

Next time, saya akan membahas isi masing-masing peraturan-peraturan yang telah saya sebutkan tadi.


Senin, 01 Juni 2015

Compensation Framework



Selamat sore rekan-rekan,

Kali ini saya ingin mengulas mengenai kompensasi / gaji / remunerasi (salary dalam bahasa Inggris - saya akan menggunakan kata ini untuk selanjutnya) atau apapun namanya yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawainya.

Salary menrupakan faktor utama dan yang paling penting dari sebuah hubungan antara dua pihak (pemberi kerja dan pekerja) yang mengikatkan diri dalam sebuah perjanjian kerja.

Ketika kita berbicara mengenai konsep salary / compensation, maka ada 3 (tiga) hal yang umumnya akan muncul dalam berbagai diskusi. ketiga hal tersebut adalah:

  1. Salary Structure / Struktur Gaji
  2. Performance Appraisal / Penilaian Kinerja
  3. Salary Increment / Kenaikan Gaji
Ketiga hal diatas adalah siklus yang biasanya hadir pada sebuah perusahaan setiap tahunnya.

Salary structure, ini dibutuhkan sebagai panduan bagi HR dan manajemen dalam menentukan struktur gaji dan level seorang karyawan. Data tersebut paling dibutuhkan saat perusahaan memutuskan akan merekruit karyawan baru dan panduan saat melakukan proses kenaikan gaji.

Performance appraisal adalah sebuah proses dimana perusahaan menilai kinerja karyawannya. Saat karyawan tersebut diterima, maka si karyawan akan menempati sebuah posisi dengan fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang melekat pada posisinya tersebut. Penilaian kinerja dilakukan untuk menilai apakah tugas-tugas yang telah diberikan telah diselesaikan dengan baik atau tidak, hasil kerjanya memuaskan atau tidak.

Umumnya performance appraisal dilakukan secara berkala, bisa dilakukan setiap 3 bulan, 6 bulan atau 12 bulan. Poin utamanya adalah hasil kerja karyawan tersebut dapat diukur sehingga bisa ditetapkan apakah karyawan tersebut berkinerja baik atau buruk.

Setelah didapat hasil dari performance appraisal, maka hasil tersebut digunakan untuk proses kenaikan gaji. Perusahaan dapat menetapkan formula untuk menentukan besaran kenaikan salary dengan memperhatikan berbagai faktor, salah satunya dari data inflasi.

Salary merupakan faktor paling krusial bagi karyawan, walaupun memang kepuasan dan kenyamanan bekerja bukan sebatas dihitung dari besarnya salary yang diterima. Tetapi secara umum salary yang competitive dapat mengikat karyawan untuk bekerja dan bertahan di suatu perusahaan untuk waktu yang lama.




Kamis, 28 Mei 2015

Blue Ocean Strategy



Okey,

Di hari Jumat terakhir di bulan Mei 2015 ini saya ingin mereview sebuah buku yang kemarin telah saya baca.

Buku tersebut berjudul :

Blue Ocean Stategy (Strategi Samudra Biru)
Ciptakan Ruang Pasar Tanpa Pesaing dan Biarkan Kompetisi Tak Lagi Relevan
Karangan W. Chan Kim dan Renee Mauborgne

Sebuah buku yang mengupas tentang strategi dari perusahaan atau para pemimpin yang berhasil dalam menghadapi persaingan atau rintangan-rintangan dalam organisasi. Buku ini memberikan sebuah pandangan tentang bagaimana menciptakan sebuah strategi yang menghasilkan ruang pasar tanpa adanya pesaing.

Konsep yang ditawarkan adalah bagaimana perusahaan menciptakan sebuah samudra biru, yakni sebuah strategi yang membuat sebuah ruang pasar baru dengan meninggalkan ruang pasar lama (samudra merah) yang penuh dengan pesaing.

Buku ini memberikan langkah-langkah dalam merumuskan dan mengeksekusi strategi samudra biru dan dilengkapi dengan contoh kasus pada tiap babnya.

Menurut saya buku ini sangat bagus dan cocok dibaca oleh para eksekutif atau para pemimpin karena pengaplikasiannya tidak terbatas hanya pada organisasi besar saja tetapi dapat diterapkan pada unit-unit terkecil dari organisasi.

Buku yang sangat bagus dan layak untuk dibaca.


the journey has begun

Well,

Selamat siang semuanya.

Akhirnya blog ini dibuat juga setelah tertunda untuk waktu yang lama.
Dari dulu saya ingin membuat sebuah blog tentang hal yang saya kerjakan setiap hari, dunia kerja saya. Dunia yang menyita hampir 40% waktu saya setiap hari, dunia yang menjadi passion saya, dunia dimana saya mendapat uang sehingga bisa beraktualisasi sebagai manusia.

Dunia itu bernama Human Resources (HR).

Ya, di dunia HR saya mendapat semua yang saya impikan. Melalui blog ini saya ingin berbagi dan berdiskusi dengan siapa saja yang tertarik dengan dunia HR.
Di blog ini, saya akan membahas berbagai hal seperti isi-isu HR terkini, buku, film atau hal lainnya yang tentu saja masih relevan dengan Human Resources.

Mungkin di masa mendatang saya ingin membuat buku tentang HR yang berisi pengalaman-pengalaman saya selama bekerja sebagai salah satu personil di bagian HR pada beberapa perusahaan.

So, let's start the journey...